,

Patah Hati? Ini Cara Pulih Tanpa Menyiksa Diri

Patah Hati? Ini Cara Pulih Tanpa Menyiksa Diri
📢 Dengarkan





SEPUCUKJAMBI.ID – Pernah nggak sih kamu merasa sudah sangat sayang sama seseorang, eh… malah ditinggal begitu saja? Rasanya nggak adil banget, apalagi saat kita sedang berada di titik paling dalam mencintai. Patah hati bukan sekadar masalah perasaan tapi juga bisa berdampak ke fisik, rutinitas, bahkan cara kita memandang diri sendiri. Saat cinta berakhir di tengah rasa sayang yang masih penuh, tak jarang muncul pertanyaan: kenapa kita ditinggal di saat lagi cinta-cintanya? Meski menyakitkan, fase ini bukan akhir segalanya. Justru, ini bisa jadi momen penting untuk mengenal dan merawat diri lebih dalam. Nah, berikut beberapa cara move on yang sehat dan penuh kasih pada diri sendiri, supaya kamu nggak terjebak terlalu lama di dalam luka.

1. Perasaan Itu Subjektif

Hal pertama yang perlu kamu pahami: perasaan setiap orang itu subjektif. Saat kamu merasa hubungan lagi di puncaknya, belum tentu dia merasakan hal yang sama. Bisa jadi kamu merasa kalian dekat, kompak, penuh cinta—tapi ternyata dia sudah merasa menjauh jauh sebelum kamu sadar.

Terkadang, kita terlalu banyak berasumsi. Alih-alih bertanya dan mengomunikasikan perasaan, kita malah sibuk menebak-nebak isi hati orang lain. Inilah awal dari miskomunikasi yang berujung pada patah hati.

2. Patah Hati Sakitnya Nyata, Seperti Sakit Fisik

Menurut penelitian, sakit hati akibat patah cinta bisa terasa sama menyakitkannya dengan sakit fisik. Bahkan otak merespons rasa sakit emosional di area yang sama ketika kita terluka secara fisik—seperti tertusuk pisau atau cedera parah. Jadi, jangan remehkan rasa sakit hati. Itu bukan lebay, tapi benar-benar menyakitkan secara ilmiah.

3. Emosi Itu Normal, Jangan Ditolak

Setelah putus atau ditolak, kamu mungkin akan masuk ke fase-fase emosi seperti penyangkalan (denial), kesedihan, lalu marah. Wajar banget kalau kamu bertanya-tanya, “Aku kurang apa?” atau membandingkan diri dengan orang ketiga. Tapi ingat: semua emosi itu valid. Jangan buru-buru mengusirnya—biarkan dirimu merasakan dan menerima setiap emosi.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Web Design