JAKARTA, SEPUCUKJAMBI.ID – Sengketa panjang terkait penyelenggaraan Universitas Batanghari (Unbari) akhirnya mencapai titik terang.
Mahkamah Agung (MA) secara resmi memenangkan Yayasan Pendidikan Jambi (YPJ) dalam perkara kasasi atas legalitas badan penyelenggara Unbari.
Melalui Putusan Nomor 91 K/TUN/2025, MA membatalkan pengesahan pendirian dua yayasan bentukan Husin Syakur, yakni Yayasan Pendidikan Batanghari Jambi (YPBJ) dan Yayasan Pendidikan Jambi Tujuh Tujuh (YPJ 77).
Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan dapat diakses melalui laman resmi Mahkamah Agung.
Kedua yayasan yang muncul secara tiba-tiba pada 2022 itulah yang memicu dualisme pengelolaan di Unbari.
Akibatnya, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) sempat mengambil alih pengelolaan Unbari dan menunjuk Pj Rektor, sehingga YPJ yang telah membesarkan Unbari selama puluhan tahun tersingkir.
Situasi tersebut berdampak luas pada aktivitas kampus, termasuk terhambatnya proses akademik serta terjadinya pemotongan gaji, tunjangan, dan jam mengajar bagi dosen dan tenaga kependidikan.
Dengan kemenangan YPJ di tingkat kasasi, kini hanya YPJ yang sah secara hukum sebagai penyelenggara Universitas Batanghari.
Ketua Umum YPJ, Camelia Puji Astuti, menyambut baik putusan Mahkamah Agung dan berharap semua pihak, terutama Kementerian Hukum dan HAM serta Kemdiktisaintek, segera melaksanakan keputusan tersebut.
“Perjuangan kami selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Putusan ini membuktikan bahwa tidak ada yayasan lain yang berhak mengelola Unbari selain YPJ. Kami harap kementerian terkait dapat bersikap kooperatif dan menghormati putusan ini,” ujar Camelia.
Kuasa hukum YPJ, Denny Indrayana, menegaskan bahwa Putusan 91 K/TUN/2025 memiliki posisi strategis karena berkaitan erat dengan gugatan-gugatan lain terkait Unbari, termasuk pembatalan pengangkatan Pj. Rektor Afdalisma.
“Kami mengapresiasi putusan kasasi ini. Saat ini tidak ada dasar hukum bagi Kemdiktisaintek untuk terus mengintervensi pengelolaan Unbari. Kami juga mendorong Kemenkum untuk segera mencabut pengesahan YPBJ dan YPJ 77,” jelas Denny.
Ia juga menyoroti kemungkinan upaya Peninjauan Kembali (PK) oleh pihak Kemenkum.
Namun menurut Denny, SEMA Nomor 2 Tahun 2024 telah membatasi ruang PK bagi badan atau pejabat tata usaha negara, kecuali memenuhi kriteria tertentu seperti novum atau konflik putusan.
“Sejauh ini tidak ada alasan hukum yang memenuhi ketentuan SEMA 2/2024. Maka dari itu, kami menilai Putusan 91 sudah final dan mengikat,” tutup Guru Besar Hukum Tata Negara ini.(*)
Tinggalkan Balasan