JAMBI, SEPUCUKJAMBI.ID – Pihak Rumah Sakit (RS) Mitra membantah pemberitaan yang menyebutkan Nurbati korban kebakaran yang tinggal di Jalan Guru Muchtar RT 14 Kelurahan Jelutung ditolak rumah sakit dan disuruh pulang.
“Tidak benar sama sekali,” kata Dr Rahmat Yusuf Mars Direktur Rumah Sakit Mitra, Selasa (3/6/2025) kepada wartawan di DPRD Kota Jambi.
Dr Rahmat Yusuf sebagai pihak manajemen rumah sakit memenuhi undangan rapat dengar pendapat dari Komisi IV DPRD Kota Jambi terkait adanya pemberitaan pasien peserta BPJS Kesehatan ditolak rumah sakit.
Komisi IV juga mengundak pihak BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kota Jambi yang langsung dihadiri Kepala Dinas Fahmi.
Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi IV Martua Muda Siregar, SP dan dihadiri Koordinator Komisi IV Naim.
Dalam rapat tersebut, pihak rumah sakit, BPJS, dan Dinas Kesehatan diberikan kesempatan untuk menyampaikan klarifikasi.
Saat RDP, Wakil Ketua III DPRD Kota Jambi, Naim menyatakan, penolakan terhadap pasien BPJS merupakan pelanggaran serius.
DPRD bahkan merekomendasikan agar rumah sakit yang terbukti melanggar diberhentikan kerja samanya dengan BPJS.
“Jika rumah sakit menolak pasien yang menggunakan BPJS, maka kami rekomendasikan agar izin kerjasamanya dicabut. Kami sudah pernah memberikan rekomendasi serupa, salah satunya kepada RS Royal Prima,” katanya.
Menurutnya, rumah sakit harus mengutamakan penyelamatan nyawa pasien dan tidak hanya berorientasi pada keuntungan bisnis.
Usai rapat, Dr Rahmat Yusuf menjelaskan tentang Nurbati.
Awalnya, kata Dr Rahmat Yusuf, pasien diantar petugas Puskesmas Handil dan diterima pihaknya.
Pihaknya langsung mengambil tindakan dengan melakukan pemeriksaan. “Kami lakukan tindakan dan pemeriksaan ditemukan luka bakar dan bengkak di kaki kiri,” ujarnya.
Tindakan selanjutnya akan dilakukan rontgen pada kaki kiri pasien. Sembari menunggu persetujuan dari pasien dan keluarganya, pihaknya sudah minta KTP dan dicek BPJS Kesehatan pasien aktif.
“Iya, kami cek memang BPJS nya aktif, tidak ada kendala lagi, sehingga persetujuan, yang bersangkutan mau atau tidak. Anaknya (Deni) tidak bisa memutuskan kemauan ibunya, panggil istrinya, sempat pulang itu. selang satu jam ibunya di rumah sakit tetap, datang lagi bersama istrinya tidak bisa memutuskan. Telepon, kakak yang perempuan sampai 1 jam tidak datang juga, akhirnya diputuskan pulang, ia keluar pakai motor,” ujarnya.
Menurutnya, perawat sudah menanyakan kepada anak pasien saat akan membawa ibunya. “Bapak mau kemana,” “Saya mau membawa mamak pulang,” kata anak pasien.
Perawat sudah melarang, “Gak bisa pak,” kata perawat tersebut.
Dr Rahmat bilang, anak korban tetap ingin membawa pulang ke rumah. “Sepertinya ibunya takut dirontgen dan takut diambil tindakan operasi. minta pulang untuk diurut,” ujarnya.
Pihaknya bahkan sudah mendaftarkan pasien tersebut di aplikasi Surat Eligibilitas Peserta (SEP).
“Seandainya ibu ini sorenya datang lagi, tetap kami terima. Karena sudah kami daftarkan, tinggal klik Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk rawat inap, sudah, selesai, tidak ada masalah. Masuk rumah sakit tanggal 31 Mei, jam 11 siang, pulang 13.15. Di mana kami menolaknya?” katanya.
Menurutnya, dari jeda waktu saat masuk dan pulang tersebut, hanya menunggu dirontgen. Namun, pasien tidak mau dan anaknya tidak bisa memutuskan.
“Tindakan sebelum rontgen itu pembersihan luka. Kan luka bakar tuh, pemeriksaan ditemukan luka, dagu, siku, punggung tangan dan paha. 1 atau 3 persen, kalau luka tidak parah. cuma lututnya,” ujarnya.
“Kami bisa mengantarkan pakai ambulans rumah sakit. Kebetulan ambulans milik rumah sakit tidak ada. Akhirnya keluarga minta pesankan taksi online, akhirnya dipesankan dari akun milik dokter jaga.”
Selama perawatan, pasien tidak mengeluarkan biaya sepeserpun. “Ongkos taksi online sekitar Rp 13.500,” ujarnya. (*)
Tinggalkan Balasan