JAMBI, SEPUCUKJAMBI.ID – Praktik perkebunan ilegal tampaknya masih terus berlangsung di Indonesia, termasuk di Jambi.
Ribuan hektare lahan di daerah ini telah dibuka untuk perkebunan kelapa sawit tanpa izin yang jelas.
Salah satu lokasi yang diduga sebagai perkebunan ilegal adalah Desa Pematang Rahim, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjab Timur, yang luasnya terbentang tanpa adanya izin perkebunan yang sah.
Perkebunan tersebut diduga milik Ahin, seorang pengusaha keturunan di Jambi. Melalui PT Mitra Prima Giatabadi (MPG), Ahin menguasai ribuan hektare lahan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Dugaan tersebut semakin kuat setelah hasil analisis data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanjab Timur yang menunjukkan bahwa, area tersebut tidak terdaftar di BPN Tanjabtim sebagai lahan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) maupun Hak Guna Bangunan (HGB).
Ironisnya, investigasi yang dilakukan oleh Feradi WPI Tanjab Timur – Jambi mengungkapkan bahwa, sekitar setengah dari luas perkebunan Ahin berada di dalam kawasan hutan negara atau hutan lindung.
Ini menambah keprihatinan terhadap praktek ilegal yang terus berlanjut tanpa adanya penegakan hukum yang berarti.
Menurut penelusuran tim harus.id, Ahin telah memulai aktivitas perambahan lahan ini sejak 2005 hingga kini.
Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada tindakan hukum yang tegas terhadapnya, padahal ini merupakan pelanggaran serius.
Praktik perkebunan ilegal ini jelas merugikan negara dan masyarakat, mengingat dampaknya terhadap ekosistem alam, yang dapat memperburuk bencana alam seperti banjir, tanah longsor, erosi, dan pencemaran air.
Mirza Azhari, praktisi hukum muda dari Feradi DPC Tanjab Timur – Jambi, mengimbau agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mabes Polri, Kejaksaan Agung, serta Satgas Pemberantasan Kejahatan Hutan (PKH) untuk segera turun tangan mengusut praktik perkebunan ilegal dan perambahan hutan di Jambi, khususnya yang melibatkan PT MPG.
Menurut Mirza, berdasarkan investigasi yang ada, banyak pihak yang terlibat dalam praktik ilegal ini.
Minimnya komitmen pemerintah dalam melindungi lingkungan hidup dan menegakkan hukum terkait kejahatan lingkungan semakin memperburuk situasi.
“Saya mendesak Presiden Prabowo untuk memerintahkan aparatnya mengusut kasus perambahan hutan dan kerusakan lingkungan di Jambi, terutama yang dilakukan PT MPG,” ujar Mirza dengan nada tegas.
Mirza juga menambahkan bahwa, Ahin berusaha mengubah status lahan tersebut menjadi kawasan perhutanan sosial melalui kelompok tani Desa Pematang Rahim.
Namun, pengajuan tersebut sempat ditolak oleh pihak desa.
Ironisnya, nama-nama yang terdaftar dalam kelompok tani tersebut tidak semuanya berasal dari penduduk setempat, bahkan sebagian besar adalah pekerja kebun yang dipekerjakan oleh PT MPG.
Selain itu, PT MPG juga diduga telah merampas lahan milik warga, seperti lahan yang sebelumnya dimiliki oleh Mat Talepong.
Lahan tersebut yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi keluarga Talepong, kini sudah dikuasai oleh perusahaan tersebut.
Ahli waris Mat Talepong pun telah berusaha mencari keadilan melalui gugatan mediasi di kantor Camat Mendahara Ulu, namun hasilnya tetap nihil.
Meskipun telah membawa bukti dan saksi kepemilikan, pihak Ahin tetap tidak mau mengembalikan lahan tersebut.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari Ahin. Pesan yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp kepada Ahin pun tidak mendapat respon, meskipun pesan tersebut telah terbaca.
Tindakan tegas sangat diperlukan untuk menghentikan praktek ilegal ini demi menjaga kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat yang terdampak.(*)
Tinggalkan Balasan