Oleh: Anggun Tiara Kurniasari
Dasar Pemikiran
Indonesia secara tegas menempatkan dirinya sebagai negara hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Artinya, hukum harus menjadi panglima yang berdiri di atas segala kepentingan politik, ekonomi, maupun kekuasaan. Dalam kerangka demokrasi, pembentukan hukum idealnya mencerminkan asas legalitas, partisipasi publik, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia. Namun, kenyataan di lapangan sering kali menunjukkan hal yang sebaliknya: hukum justru dijadikan instrumen politik, bukan instrumen keadilan.
Permasalahan
Ada beberapa problem mendasar yang membayangi dinamika pembentukan hukum di Indonesia:
1. Intervensi politik dalam legislasi. Banyak regulasi lahir lebih sebagai hasil kompromi politik ketimbang refleksi kebutuhan rakyat.
2. Minimnya partisipasi publik. Proses legislasi kerap berjalan cepat tanpa memberi ruang yang memadai bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi.
3. Ketidakpastian hukum akibat tumpang tindih regulasi. Ribuan peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron justru menimbulkan kebingungan dan kerugian bagi masyarakat maupun pelaku usaha.
4. Lemahnya transparansi dan akuntabilitas. Mekanisme check and balance masih sebatas formalitas, sehingga membuka ruang besar bagi lahirnya produk hukum yang bias kepentingan.
Pembahasan
Contoh paling nyata dapat dilihat pada proses lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) pada tahun 2020. Proses legislasi yang super cepat, minim partisipasi publik, hingga terjadinya kekeliruan dalam penyusunan naskah akhir memperlihatkan rapuhnya mekanisme pengawasan dalam pembentukan hukum. Alih-alih menghadirkan kepastian hukum dan keadilan sosial, UU tersebut justru menimbulkan polemik dan dianggap lebih berpihak kepada kelompok tertentu.
Kondisi ini menunjukkan bahwa orientasi pembentukan hukum di Indonesia masih lebih condong pada kekuasaan (power-oriented) ketimbang keadilan (justice-oriented). Hukum yang semestinya berfungsi menjaga ketertiban dan melindungi rakyat malah terjebak dalam tarik-menarik kepentingan elite politik.
Tinggalkan Balasan